Apa arti "anak berbakti gunung berapi"?
Daftar isi
Istilah "anak berbakti gunung berapi" khususnya lazim di dunia yang berbahasa Mandarin.Hong Kong, Makau, dan Taiwan"Wilayah" adalah istilah slang yang sarkastis. Istilah ini berasal dari dialek Kanton dan merupakan gabungan kata "gunung berapi" dan "anak berbakti". Sekilas, "gunung berapi"Simbol benda dengan daya ledak yang kuat,"Anak berbakti"Ini adalah tradisi"Budaya KonfusianismeDalam budaya Tionghoa, "anak berbakti" adalah istilah pujian. Namun, ketika kedua istilah ini digabungkan, keduanya berubah menjadi deskripsi negatif dan merendahkan: merujuk pada pria yang sering mengunjungi rumah bordil dan menghambur-hamburkan uang untuk penari atau pekerja industri hiburan. Pria-pria ini tampaknya "berbakti" dan "menyumbangkan" kekayaan mereka untuk...lubang api(Metafora untuk rumah bordil), pada kenyataannya, itu adalah jurang konsumsi yang buta dan tak berdasar yang sering kali berujung pada kehancuran finansial.
Mengapa istilah semacam itu ada? Istilah ini tidak hanya mencerminkan lanskap sosial suatu era tertentu, tetapi juga mengungkap hubungan yang terdistorsi antara pengejaran kenyamanan emosional dan uang oleh jiwa manusia.

(Foto: Pemandangan jalanan "Little Shanghai" di North Point, Hong Kong pada tahun 1920-an, dengan gedung-gedung dansa dan teater berjejer di sepanjang jalan, serta kerumunan orang yang ramai. Ini adalah gambaran khas kebangkitan budaya "Bakti Anak".)
"Kesalehan anak" di "lubang api"
Dekomposisi Kosakata
Inti dari "Volcano Filial Son" terletak pada satir gandanya. "Volcano" berasal dari kata Kanton "fire pit", yang merujuk pada tempat hiburan mewah seperti rumah bordil atau ruang dansa. Tempat-tempat ini melahap uang seperti gunung berapi, dan sedikit kesalahan dapat menyebabkan "letusan" yang menghanguskan kekayaan seseorang. "Filial Son" meminjam konsep tradisional bakti kepada orang tua, membandingkan kemewahan seorang pria di tempat-tempat ini dengan bakti "berbakti" kepada orang tuanya, sekaligus mengejek ketidaktahuan dan kebodohannya.
Menurut edisi revisi Kamus Mandarin yang disusun oleh Kementerian Pendidikan, "anak bakti gunung berapi" mengacu pada "seorang pria yang menghabiskan uang untuk menghidupi perempuan di rumah bordil. Misalnya: 'Anak bakti gunung berapi ini menghambur-hamburkan uang seperti air, yang akhirnya menyebabkan kebangkrutannya.'" Definisi ini secara langsung menunjukkan sifat negatifnya: glamor di luar, tetapi hampa di dalam.

Asal usul sejarah
Istilah ini dapat ditelusuri kembali ke novel-novel dari akhir Dinasti Qing dan awal Republik Tiongkok, seperti "Twenty Years' Eyewitness Account of Strange Events" karya Wu Jianren, yang menggambarkan kemewahan rumah bordil di Konsesi Shanghai, yang secara tidak langsung memengaruhi pembentukan bahasa gaul Hong Kong dan Makau. Istilah ini benar-benar menjadi populer di Hong Kong pada awal abad ke-20. Pada tahun 1920-an, sebagai koloni Inggris, Hong Kong mengalami lepas landas ekonomi, dan kawasan Tangxi (Shek Tong Tsui) dikenal sebagai "Shanghai Kecil", dengan banyak gedung dansa seperti Hotel Golden Leopard yang menarik banyak pria kelas menengah untuk "hiburan".
Budaya gedung dansa Hong Kong dari tahun 1930-an hingga 1970-an dicirikan oleh dua jenis utama gedung dansa: tempat hiburan biasa dan tempat-tempat mewah yang berfokus pada alkohol, seks, dan kekayaan. Yang terakhir menarik sekelompok pengunjung tetap yang dikenal sebagai "anak gunung berapi" (istilah yang menyiratkan chauvinisme laki-laki). Selama periode ini, masyarakat Hong Kong mengalami transformasi: industrialisasi membawa kekayaan, tetapi juga disertai dengan pelonggaran batasan moral dan meningkatnya tuntutan akan kebebasan laki-laki dari tekanan.

Evolusi Historis
1920-an hingga 1940-an: Zaman Keemasan Romantis
Tahun 1920-an menandai puncak budaya "bakti bak gunung berapi". Distrik lampu merah Tangxi di Hong Kong merupakan pusat pesta malam, dengan aula dansa yang memancarkan cahaya keemasan bak gunung berapi. Dokumen sejarah menunjukkan bahwa pengeluaran untuk satu malam bisa mencapai beberapa ratus dolar Hong Kong, setara dengan gaji bulanan seorang pekerja. "Anak-anak berbakti" ini kebanyakan adalah pengusaha atau pegawai negeri, yang memandang kemewahan sebagai simbol status.
Karakteristik periode waktu:
- 1920-1930Perekonomian sedang berkembang pesat, dan jumlah balai tari pun melonjak. Pada puncaknya di tahun 1920-an, Tangxi memiliki lebih dari 50 balai tari.
- 1930-1940Akibat dampak invasi Jepang ke Tiongkok, Hong Kong menjadi tempat perlindungan, dan industri seks pun berkembang pesat. Tekanan perang mendorong para pria untuk mencari penghiburan, yang memperburuk fenomena "anak berbakti".
1950-an hingga 1970-an: Kemewahan di Akhir Kolonialisme
Dalam rekonstruksi Hong Kong pascaperang, masuknya imigran pada tahun 1950-an membawa kelas pekerja, yang mencari kehangatan "keibuan" di gedung-gedung dansa. Pada tahun 1970-an, seiring dengan ledakan ekonomi dan infiltrasi budaya Barat, istilah "anak berbakti gunung berapi" beralih dari bahasa gaul jalanan ke dalam sastra. Misalnya, "Floating Life Notes" menyebutkan "anak-anak berbakti semu" dalam budaya pemakaman, yang menarik paralel dengan pengabdian erotis.
Karakteristik periode waktu:
- 1950-1960Film "Volcano Son" menjadi populer, dan tema-tema satir menjadi mode.
- 1960-1970Gelombang kebebasan seksual mengubah gedung dansa menjadi klub malam, tetapi sifat "sarang" mereka tetap tidak berubah.
- akhir tahun 1970-an Dengan dilarangnya prostitusi, "Volcano Filial Son" mulai bergerak secara sembunyi-sembunyi.

1980-an-2010-an: Kemunduran dan Transformasi
Pada tahun 1980-an, dengan semakin dekatnya kembalinya Hong Kong ke Tiongkok, konservatisme moral muncul kembali, dan istilah "anak berbakti" perlahan memudar dari arus utama. Namun, di Taiwan dan Tiongkok daratan, istilah ini menyebar melalui drama-drama Hong Kong. Pada tahun 1990-an, gelembung ekonomi pecah, dan berita tentang beberapa "anak berbakti" yang bangkrut muncul di surat kabar, memperkuat citra negatif mereka.
Karakteristik periode waktu:
- 1980-1990Krisis keuangan menyebabkan banyak "anak berbakti" kehilangan seluruh kekayaannya.
- 2000-2010Dengan berkembangnya internet, kosakata telah memasuki forum, dan kata hari ini adalah: "Anak Bakti Gunung Berapi".
Tahun 2020-an hingga sekarang
Dengan maraknya hiburan daring, "anak-anak berbakti" telah beralih ke platform streaming langsung. Platform ini telah menjadi "sarang" baru, dengan para pria yang menyumbangkan uang kepada streamer perempuan, sebuah fenomena yang mengingatkan pada ruang dansa di masa lalu.
Tabel berikut merangkum periode waktu historis:
| Periode waktu | Fitur utama | Latar belakang sosial | Peristiwa/data representatif |
|---|---|---|---|
| Tahun 1920-an hingga 1940-an | Puncak era gedung dansa menyaksikan pengeluaran yang boros. | kemakmuran ekonomi kolonial | Ada lebih dari 50 aula tari di Tangxi. |
| Tahun 1950-an hingga 1970-an | Transformasi menjadi klub malam, pelonggaran moral | Rekonstruksi pasca perang, gelombang imigrasi | Film "Volcano Filial Son" dirilis. |
| Tahun 1980-an hingga 2010-an | Memudar dari arus utama dan menjadi bawah tanah | Gelembung Ekonomi dan Kebangkitan Konservatif | Krisis keuangan Asia tahun 1997 menyebabkan banyaknya kebangkrutan. |
| Tahun 2020-an hingga sekarang | Pengguna Douyin (TikTok) online, donasi virtual | Ledakan hiburan digital | Total Super Chat melampaui 100 juta NTD pada tahun 2022. |

Analisis Penyebab
Alasan sosial
Fenomena "bakti bak gunung berapi" berakar pada pelepasan tekanan yang melekat dalam masyarakat patriarki. Budaya tradisional Tiongkok menekankan laki-laki sebagai pilar keluarga; ketika menghadapi tekanan pekerjaan, mereka beralih ke rumah bordil untuk "penerimaan tanpa syarat". Di Hong Kong tahun 1920-an, industrialisasi menyebabkan tenaga kerja laki-laki yang intensif, dan ruang dansa menjadi "rumah kedua". Di zaman modern, dengan persaingan tempat kerja yang ketat, siaran langsung memberikan interaksi instan, yang memuaskan rasa kesepian.
Lebih lanjut, budaya memamerkan kekayaan menjadi pendorong utama. Dulu, "anak berbakti" membanggakan diri dengan mentraktir orang lain; kini, peringkat di Douyin (TikTok) ditampilkan di depan umum, yang memicu persaingan. Fenomena "Anak Berbakti Gunung Berapi" mencerminkan konsumerisme di bawah kapitalisme, di mana pria menggunakan uang untuk membeli kesombongan.

Alasan psikologis
Dari perspektif psikologis, "kesalehan berbakti bak gunung berapi" melibatkan "proyeksi keibuan" dan "gangguan keterikatan". Teori Freud menunjukkan bahwa pria mencari kehangatan "keibuan" di tempat hiburan, dan sanjungan dari para penari memperkuat ketergantungan ini. Penelitian modern menunjukkan bahwa banyak pendonor mengalami deprivasi masa kecil dan mencari validasi melalui pemberian.
Alasan lainnya adalah "kekeliruan biaya hangus": setelah pembelian awal, orang-orang semakin terjebak dan sulit melepaskan diri. Sebuah analisis jurnal psikologi tahun 2024 menunjukkan bahwa "anak berbakti" (mereka yang terlalu berbakti kepada orang tua) memiliki kecenderungan konsumsi kompulsif.

Alasan ekonomi
Tempat-tempat mewah dirancang sebagai "lubang tanpa dasar": markup harga minuman, biaya kamar pribadi, dll. Dulu, satu malam saja bisa menghabiskan gaji beberapa bulan; kini, platform streaming langsung mengambil potongan 30%, tetapi para donatur melihatnya sebagai "investasi" dalam bentuk imbal hasil emosional.

sebagai kesimpulan
Berawal dari aula dansa Hong Kong pada tahun 1920-an, fenomena "kesalehan berbakti bakti" telah berkembang selama seabad menjadi simbol pengabdian buta. Asal-usulnya berkaitan erat dengan tekanan sosial, kebutuhan psikologis, dan insentif ekonomi, dan data menunjukkan kebangkitannya di era digital. Melalui berbagai periode waktu dan grafik, kita menyaksikan perkembangannya: dari "perapian" fisik hingga hiburan virtual, intinya tetap sama—kerinduan manusia akan hubungan emosional.
Frasa ini mengingatkan kita untuk tidak melupakan akal sehat ketika mencari penghiburan. Mungkin bakti sejati kepada orang tua terletak pada menjaga kekayaan, bukan pada menghabiskannya dengan sia-sia.
Bacaan Lebih Lanjut: